oleh

Cabut LP, DPW LSM LPK Sulsel Laporkan Pengacara Ke Peradi Makassar

MAKASSAR, KORANMAKASSAR.COM – Ketua DPW LSM Lintas Pemburu Keadilan Sulawesi Selatan, sebagai pendamping korban kasus Undang-Undang Pornografi, melaporkan seorang pengacara berinisial FM ke Badan Kehormatan Peradi Kota Makassar.

Laporan ini diajukan karena dugaan pelanggaran kesepakatan terkait pencabutan laporan polisi terhadap korban yang didampinginya dan diterima langsung oleh Sekretaris Badan Kehormatan Peradi dikantornya, jumat (3/1/2025) kemarin.

Agung Gunawan, SH., Pendamping korban, yang didampingi pengamat sosial Jupri, dalam konfrensi persnya di warkop 21, menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari upaya mediasi antara pihak korban dan klien FM Dalam mediasi tersebut, FM bersedia membantu mencabut laporan atas nama kliennya, Elfrida, dengan imbalan Rp10 juta sebagai tanda terima kasih.

Dari jumlah tersebut, Rp5 juta telah diserahkan melalui dua kali transfer kerekening FM, sementara sisanya akan diberikan setelah surat pencabutan diterima.

Namun, permasalahan muncul ketika FM menahan surat pencabutan yang telah ditandatangani oleh kliennya. Menurut Agung,, penyidik mengonfirmasi keberadaan surat tersebut dalam bentuk foto, tetapi FM belum menyerahkannya. FM bahkan meminta tambahan uang Rp10 juta untuk kompenisasi kliennya (Elfrida) sehingga total kompensasi menjadi Rp15 juta, melampaui kesepakatan awal.

“Kami kecewa dengan tindakan Pak FM yang tidak berkomitmen pada kesepakatan. Hal ini yang menjadi alasan kami melaporkannya ke Badan Kehormatan Peradi,” ujar pendamping korban.

Baca Juga : LSM Perkara Enrekang Nilai PLTA Bakaru Abaikan Penderitaan dan Peternak di Desa Temban

Saat ini, laporan tersebut sedang diproses oleh Dewan Kehormatan Peradi dan rencananya akan di pertemukan antara pihak pendamping dan FM dalam waktu dekat. Agung berharap Dewan Kehormatan Peradi dapat memberikan solusi terbaik atas masalah ini.

Sementara itu, terkait proses hukum kasus yang menjerat korban dengan nomor laporan polisi : LP/B/1304/VII/2024/POLRESTABES MKS/POLDA SULSEL, pada tanggal 18 Juli 2024, tentang pornografi, dan kasus ini masih P19.

Berkas perkara telah dilimpahkan ke kejaksaan tetapi dikembalikan ke penyidik (P19), karena adanya beberapa poin yang haru dilengkapi.

Agung menegaskan keyakinannya bahwa korban merupakan pihak yang seharusnya dilindungi, bukan menjadi tersangka.

“Kami percaya korban adalah korban sebenarnya. Kami akan terus mendampingi dan membela hak-haknya,” tutupnya.

Jupri, seorang pemerhati sosial yang turut mendampingi dalam kasus pencabutan laporan terkait Undang-Undang Pornografi, menyampaikan kekecewaannya terhadap tindakan pengacara FM yang diduga tidak konsisten dengan kesepakatan awal.

Jupri menilai, ketidakprofesionalan yang ditunjukkan oleh FM dalam menjalankan kesepakatan mencederai proses pencarian keadilan. “Kami sangat kecewa karena ada ketidakkonsistenan dari pihak pengacara dalam menjalankan kesepakatan. Ini sangat tidak etis dan merugikan pihak korban,” ujar Jupri kepada wartawan.

Menurut Jupri, kesepakatan awal sudah jelas, yakni pihak pendamping korban memberikan imbalan sebesar Rp10 juta sebagai tanda terima kasih atas bantuan pencabutan laporan dari klien FM. Namun, setelah surat pencabutan diperoleh, FM justru menahan dokumen tersebut dan meminta tambahan uang hingga total menjadi Rp15 juta.

“Tindakan ini menunjukkan kurangnya integritas dan profesionalitas. Hal seperti ini bisa melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum,” tegas Jupri.

Lebih lanjut, Jupri menyoroti pentingnya integritas dalam profesi hukum. Ia menyebut tindakan seperti ini menciptakan preseden buruk, terutama dalam situasi di mana korban justru berada dalam posisi lemah.

baca juga : Sekjen LSM Pekan 21 Desak Kejari Usut Dugaan Laporan Fiktif Dana Hibah KONI Maros

“Kami berharap Badan Kehormatan Peradi dapat menangani kasus ini dengan serius. Keputusan yang adil harus diberikan, agar kepercayaan terhadap profesi pengacara tetap terjaga,” katanya.

Jupri juga mendukung upaya pendamping korban untuk terus memperjuangkan hak-haknya. Ia berharap kasus ini bisa memberikan pelajaran penting tentang pentingnya komitmen dan profesionalitas dalam menyelesaikan konflik hukum.

“Kami akan terus mengawal kasus ini. Korban yang sudah terbebani secara hukum tidak seharusnya dipersulit oleh tindakan yang tidak profesional,” pungkas Jupri. (R35)