JAKARTA, KORANMAKASSAR.COM — Penayangan film Pesantren sudah lama ditunggu oleh berbagai pihak. Kabar baiknya, film Pesantren akan tayang premiere di Bioskop Online, mulai 24 Mei 2023 medatang. Film ini merupakan karya dari Shalahuddin Siregar atau yang akrab disapa Udin. Ia adalah salah satu sutradara Indonesia yang dikenal lewat karya-karya dokumenternya. Dengan latar belakang sebagai akuntan, tak membuat Shalahuddin Siregar kesulitan untuk mewujudkan karya-karyanya di dunia perfilman.
Ia diketahui aktif mengikuti serangkaian lokakarya termasuk Berlinale Talents, IDFA Academy, dan Tokyo Talents. Dia telah menyutradarai dan memproduksi tiga film dokumenter panjang. Semuanya telah diputar di festival internasional termasuk International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) dan Dok-Leipzig.
Salah satu film dokumenter yang ia kerjakan berjudul Negeri di Bawah Kabut. Film dokumenter tersebut dirilis pada 2011 lalu dan bercerita tentang kehidupan masyarakat petani di Desa Genikan, yang berada di kaki Gunung Merbabu.
Ide ceritanya muncul saat ia melihat salah seorang warga desa yang menghancurkan hasil panennya sendiri berupa sayur kubis. Mereka menghancurkan hasil panen karena harga jual yang anjlok hanya Rp 150 per kilogram. Film ini memenangkan Muhr Asia Africa Special Jury Prize, Dubai International Film Festival untuk kategori film dokumenter. Sementara di ajang Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2012 film ini memenangkan beberapa penghargaan diantaranya Geber Award, NETPAC Award dan Special Mention.
Film dokumenter lainnya yang ia buat berjudul Lagu untuk Anakku. Yaitu sebuah film dokumenter yang berkisah tentang para penyintas tragedi 1965. Dulunya, para penyintas ini diasingkan atau dipenjara. Selama di penjara, sebagian dari mereka aktif menulis lagu tentang ibu, tentang anak dan tentang kisah cinta. Lebih dari 50 tahun kemudian, sekelompok penyintas tersebut mendirikan paduan suara Dialita, yang fokus untuk menyanyikan lagu-lagu yang dibuat di penjara, dan lagu-lagu yang pernah dibungkam pada masa Orde Baru. Dengan harapan untuk meneruskan sejarah kelam Indonesia yang tidak kunjung selesai, kepada generasi muda.
Selain film dokumenter, Shalahuddin Siregar juga pernah menggarap film antologi berjudul Lima. Bersama Lola Amaria, Tika Pramesti, Harvan Agustriansyah dan Adriyanto Dewo, ia menggarap film Lima yang erat kaitannya tentang pancasila. Bahkan film ini ditayangkan pada 31 Mei 2018, satu hari sebelum Hari Lahir Pancasila.
Memiliki cerita masing-masing dari para pemainnya, film ini berisikan tentang pemakaman seorang ibu dari keluarga yang berbeda keyakinan, ujian seorang pelatih atlet yang menghadapi masalah SARA hingga kasus perundungan yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tak berperikemanusiaan lainnya.
Selain dua itu, film Pesantren adalah karya dari Shalahuddin Siregar yang wajib ditonton. Pasalnya, alasan sang sutradara menggarap film ini ada kaitannya dengan film Negeri di Bawah Kabut.
“Salah satu karakter di film dokumenter panjang pertama saya Negeri di Bawah Kabut adalah anak 12 tahun bernama Arifin yang ingin masuk SMP Negeri tetapi orang tuanya terlalu miskin untuk membayar biaya registrasi yang mahal. Akhirnya mereka mengirim Arifin ke pesantren. Ketika film ini dirilis, ada yang menyayangkan keputusan mengirimkan Arifin ke pesantren karena mereka mengira dia akan dididik menjadi teroris. Pesantren juga sering dituduh kolot dan tidak berkembang.