MAKASSAR, KORANMAKASSAR.COM — Hal tersebut diungkapkan Bakri, orang tua almarhumah Nurfitriyanti melalui rilis yang dikirimkan ke redaksi, kamis (4/7/24) menjelaskan kronologi dugaan malpraktik yang dialami putrinya di RS Bhayangkara Makassar dan kasus ini pun menyita perhatian masyarakat dan tokoh agama.
Alm Nurfitriyanti (20) awalnya mendatangi RS Bhayangkara bersama orang tuanya pada akhir Mei 2024 sekitar pukul 20:00 WITA untuk memeriksakan sakit yang dialaminya. Setibanya di IGD, seorang perawat langsung melakukan pemeriksaan USG dan menemukan adanya batu empedu, yang tercatat pada 3 Juni 2024.
Bakri menjelaskan bahwa Nurfitriyanti pertama kali masuk RS Bhayangkara pada 16 April dengan keluhan demam dan kedinginan. Setelah dilakukan USG, ditemukan batu empedu dan ia keluar dari RS pada 20 April. Pada akhir Mei, Nurfitriyanti kembali masuk RS dengan keluhan sakit perut dan setelah dilakukan USG ditemukan batu empedu dan kista. Ia keluar dari RS sekitar 4-5 Juni.
Pada 11 Juni, Nurfitriyanti menjalani kontrol dan direncanakan menjalani USG pada 13 Juni. Namun, pada 12 Juni, ia kembali masuk RS dengan keluhan sesak dan sakit perut. Di IGD, dokter menyatakan operasi akan dilakukan keesokan harinya pukul 12 siang, tetapi operasi dilakukan lebih awal tanpa hasil USG terbaru. Setelah masuk ruang operasi, dokter keluar dan memberitahu keluarga bahwa batu empedu dan kista tidak bisa diangkat.
baca juga : Kultum Dokter Bedah Warnai Bukber KAHMI Makassar
Setelah operasi, Nurfitriyanti masuk ICU selama sehari, kemudian dipindahkan ke kamar perawatan. Dokter yang menangani tidak muncul dan yang datang hanya asisten dokter. Pada 24 Juni, Nurfitriyanti mengalami sesak dan jahitannya terlepas. Ia dibawa ke RS Siloam tetapi ditolak, sehingga kembali ke RS Bhayangkara. Setelah cekcok dengan perawat, akhirnya Nurfitriyanti diperiksa di dalam mobil dan masuk kamar sekitar pukul 11 malam. Dokter tetap tidak muncul.
Pada 29 Juni, jahitannya dibuka pada pukul 12 siang dan pada pukul 8 malam jahitan tersebut mulai berdarah. Akibat pendarahan, kondisi Nurfitriyanti melemah dan ia masuk ICU pada pukul 3-4 subuh. Pada 30 Juni, setelah magrib, Nurfitriyanti tidak bisa bicara karena dipasang selang di hidung dan mulut akibat jantung dan nadi yang tidak stabil. Pada 2 Juli pukul 07:15 WITA, Nurfitriyanti meninggal dunia.
Kasus dugaan malpraktik yang dilakukan oleh dokter ahli penyakit dalam dan bedah berinisial ER.S di RS Bhayangkara Makassar menguak. Akibat tindakan yang diduga menyalahi prosedur, Nurfitriyanti harus dirawat di ICU dan akhirnya meninggal dunia.
Keluarga almarhumah meminta pihak RS Bhayangkara Makassar segera bertanggung jawab atas dugaan malpraktik ini. Mereka juga mendesak pihak terkait untuk mengambil langkah tegas agar tidak ada lagi kejadian serupa yang meresahkan keluarga pasien.
Hingga berita ini tayang belum ada konfirmasi dari pihak RS Bhayangkara terkait hal tersebut. (**)