oleh

Ketua LSM Inakor Desak DPPPA dan Disdik Gowa Beri Tuntaskan Kasus Perundungan Siswa SDI Biringkaloro

GOWA, KORANMAKASSAR.COM — Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Inakor Gowa, Asywar, S.T., S.H., memberikan tanggapan keras terkait penanganan kasus perundungan yang menimpa seorang siswa kelas dua SD Inpres Biringkaloro.

Dalam keterangannya, Asywar menyoroti lemahnya tindakan dari Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT. PPA) Gowa dan Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa dalam memberikan sanksi tegas terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut.

“Kejadian seperti ini tidak bisa dianggap sepele. Kasus perundungan adalah pelanggaran serius yang merusak mental dan fisik korban. Dalam konteks ini, sekolah, khususnya kepala sekolah, seharusnya bertanggung jawab penuh atas apa yang terjadi di lingkungannya. Sayangnya, hingga kini, belum ada sanksi tegas dari Dinas Pendidikan maupun UPT. PPA terhadap kepala sekolah atau pelaku,” ujar Asywar, selasa (3/12/24).

Menurutnya, kurangnya tindakan tegas dari kedua instansi tersebut menunjukkan lemahnya komitmen dalam melindungi hak anak dan memberikan rasa aman di lingkungan pendidikan.

Logo LSM Inakor

Ia menegaskan bahwa perundungan, baik fisik maupun psikis, merupakan bentuk kekerasan yang diatur dalam Pasal 76C dan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam undang-undang tersebut, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau perlakuan diskriminatif terhadap anak yang berakibat pada kerugian fisik maupun psikis.

Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana maksimal 3 tahun 6 bulan penjara atau denda hingga Rp72 juta.

Lebih lanjut, Asywar mengkritik kepala sekolah SD Inpres Biringkaloro yang membiarkan kasus ini terjadi tanpa pelaporan ke instansi terkait.

Menurutnya, sikap ini juga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam peraturan tersebut, ASN, termasuk guru dan kepala sekolah, wajib melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan melaporkan setiap kejadian yang mengancam keselamatan atau melanggar hukum di lingkungannya.

“Membiarkan kasus perundungan sama saja dengan pelanggaran disiplin berat, yang dapat berujung pada sanksi administratif hingga pemberhentian tidak dengan hormat,” tegasnya.

Asywar juga mempertanyakan tanggung jawab pemerintah daerah jika korban mengalami luka berat atau dampak lebih serius. “Jika korban sampai mengalami luka berat yang mengancam nyawa atau berdampak permanen, siapa yang akan bertanggung jawab? Kepala sekolah? Dinas Pendidikan? Atau pemerintah daerah yang seolah tutup mata?” tambahnya.

Ia mendesak agar Dinas Pendidikan Gowa memberikan sanksi administratif kepada kepala sekolah dan guru yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam pembiaran kasus ini.

“Kepala sekolah harus mempertanggungjawabkan kelalaiannya, karena membiarkan kejadian seperti ini tanpa tindakan berarti adalah pengabaian serius terhadap tugasnya sebagai pemimpin institusi pendidikan,” kata Asywar.

baca juga : Kepala UPT DPPPA Gowa Nilai Pihak SDI Biringkaloro Lalai Terkait Kasus Perundungan Siswanya

Selain itu, ia juga menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan sekolah dalam menangani kasus kekerasan atau perundungan, serta penegakan aturan yang lebih ketat terhadap ASN yang melanggar.

“Lingkungan pendidikan harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak. Jika pembiaran ini terus terjadi, kasus seperti ini akan menjadi preseden buruk yang berulang,” tutup Asywar.

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa seluruh pihak, mulai dari sekolah, Dinas Pendidikan, hingga pemerintah daerah, harus bertindak tegas dan bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan bebas dari kekerasan. (*)