oleh

Denny JA: Mengapa Presiden Indonesia Berakhir Sedih?

KORANMAKASSAR.COM — Mengapa presiden di Indonesia, sejak Bung Karno hingga SBY, berakhir dengan kisah yang sedih?

Kita bisa membuka kembali sejarah. Tahun 1945, Bung Karno menjadi presiden. Ia dielu- elukan sebagai proklamator dan pahlawan rakyat Indonesia.

Namun sejak tahun 1965, 1966, para mahasiswa dan pemuda yang memujanya berbalik bergerak, demo, protes menjatuhkannya.
Bung Karno pun kehilangan kekuasaannya dengan cara-cara yang sedih.

Datanglah Pak Harto menjadi presiden secara resmi di tahun 1968. Ia dipuji, dipuja sebagai Bapak Pembangunan Nasional.

Namun tahun 1998, kembali rakyat bergerak, protes, demo menjatuhkannya. Pak Harto pun berakhir dengan kisah yang sedih.

Kemudian datanglah Habibie. Ia membawa Indonesia bertransisi menuju demokrasi. Tapi di tahun 1999, laporan pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR. Habibie pun berujung pada kisah yang sedih.

Lalu Gus Dur dipilih menjadi presiden Indonesia di tahun 1999. Ia datang dari kalangan budayawan, agamawan, dari kalangan pemikir.

Tapi tak lama kemudian, di tahun 2001, Gus Dur pun dimakzulkan oleh MPR.

baca juga : Denny JA: Negara yang Membahagiakan Warga, Apa Syaratnya?

Megawati tampil sebagai presiden wanita pertama di Indonesia. Itu terjadi di tahun 2001.

Tapi di tahun 2004, kita menyaksikan PDIP partai yang dipimpinnya merosot perolehannya.

Pada pemilu sebelumnya, di tahun 1999, PDIP, partai yang dipimpin Megawati mendapatkan perolehan tinggi sekali: 33,7%. Tapi di tahun 2004, rakyat tak puas, membuat dukungan PDIP merosot hampir separuhnya: 18, 53% saja.

Megawati dua kali maju sebagai capres (2004,2009). Dua kali pula ia dikalahkan.