MAKASSAR, KORANMAKASSAR.COM — Tim PKM-RE dari Fakultas Farmasi, yang dikenal sebagai “Tim AmB,” terdiri dari empat mahasiswa farmasi: Florensia Dana Carla B (ketua), Ananda Fachriza, Muh. Thaufik Umar, dan Johusua Entho Unawekla, semua dari Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin, serta Waode Ainun Anggraini dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Mereka dibimbing oleh Prof. Andi Dian Permana, S.Si., M.Si., Ph.D., Apt. dengan inovasi berjudul “Pengembangan Pulmonary Delivery Amphotericin B Berbasis Nanostructured Lipid Carriers dalam Bentuk Dry Powder Inhaler sebagai Inovasi Pengobatan Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis”.
Allergic Bronchopulmonary Aspergillosis (ABPA) adalah komplikasi asma yang disebabkan oleh jamur Aspergillus fumigatus dan memperburuk kondisi asma penderitanya. Menurut data WHO yang bekerja sama dengan Global Asthma Network, jumlah kasus asma pada tahun 2023 mencapai 334 juta, dengan 2,5% di antaranya menderita ABPA.
Tim AmB berfokus pada penggunaan Amfoterisin B (AmB), obat yang merupakan Gold Standard untuk mengobati infeksi Aspergillus fumigatus. Pengobatan ABPA dengan AmB sebelumnya menggunakan nebulizer dan injeksi.
Namun, nebulizer kurang efisien dan obat dalam bentuk cairan kurang stabil dalam penyimpanan. Rute injeksi juga memiliki banyak kekurangan, seperti nefrotoksisitas dan kebutuhan akan tenaga medis. Oleh karena itu, Tim AmB menggunakan penghantaran obat dengan sistem inhalasi.
Baca Juga : Hattrick Danny Pomanto Bawa IKA Unhas Sulsel Tundukkan Gowa Selection FC, 5-4
“Penghantaran obat yang ada sebelumnya seperti liposom dan Solid Lipid Nanoparticle (SLN) memiliki kelemahan seperti kebocoran dan kapasitas muat obat yang rendah. Inovasi kami menggunakan Nanostructured Lipid Carriers (NLCs), yang lebih stabil dan dapat memuat obat lebih banyak,” kata Florensia, ketua Tim AmB.
Formula yang dikembangkan berupa Dry Powder Inhaler (DPI) dengan menggunakan kitosan sebagai pengikat dan metode spray drying.
Tim AmB melaporkan bahwa hasil pengujian menunjukkan potensi besar dalam pengobatan ABPA karena dapat memuat obat lebih banyak dan menghasilkan konsentrasi obat yang tinggi di paru-paru melalui rute inhalasi.
Selain itu, hasil penelitian Tim AmB berpotensi untuk berkontribusi dalam pengembangan sistem penghantaran obat baru untuk ABPA, yang akan bermanfaat bagi masyarakat di seluruh dunia. (*)